Bakaran Gendeng | Tai ajg #1
Sayup — sayup terdengar suara manusia menyanyikan lagu lawas peterpan dengan diiringi gebyuran air. Seseorang disana telah membangungkanku, tidak ada orang lain karena hanya ada satu manusia yang masih mendengarkan lagu peterpan di kos ini. ‘Menengo SU!’, teriakku terharap orang yang sedang mandi disamping tembok kamarku berhenti bernyanyi, lalu berhentilah nyanyian manusia tadi dari dalam kamar mandi. Terasa sangat damai tanpa ada suara nyanyian manusia tadi, aku lantas melanjutkan tidurku.
‘WEH!!! Iseh due kopi ra cuk!’, ucap seseorang setelah mendobrak pintu kamarku lalu meminta kopi, aku merasa dua gangguan tadi adalah pertanda dari yang maha kuasa agar aku tidak melanjutkan tidur, aku lalu bangkit dari tidurku dan mengucapkan ‘ASU!’ pada manusia yang meminta kopi padaku. Tanganku menunjuk ke arah laci meja tempatku menyimpan kopi lalu berjalan keluar ke arah kamar mandi untuk membasuh mukaku dengan air.
BIB!!…. BIB!!…. BIB!!…. BIB!!, Suara bising yang konstan dari alarm meteran lisrtik menjadi titik balik kesadaranku ketika perjalananku dari kamar menuju kamar mandi. Aku membuka pintu kamar mandi dan melihat ada segumpal tai manusia mengambang di atas air di dalam kloset. ‘Bajingan!, taine sopo iki!’ ucapku sambil membanting pintu kamar mandi lalu berputar balik sambil menarik kerah kaos keatas menutupi hidung. Aku berjalan menjauh menuju cucian piring di seberang kamar mandi tersebut untuk mencuci mukaku disana.
Ilham, manusia pertama yang mengganggu tidurku keluar dari kamarnya membawa handuk, rambutnya masih basah ketika menghampiriku dan berucap ‘Mau isuk ki aku ngerti cah anyar kae mlebu wc.’ ketika aku sedang menyeruput kopi panasku. ‘Hooh, paling kae taine dekne.’ ucap Kobong duduk disampingku yang juga sedang menikmati kopi. Kobong adalah manusia yang meminta kopi padaku sebelumnya. Dugaan kami padanya semakin kuat ketika kami melihat penghuni kos baru tersebut keluar kamar sambil menggaruk bokongnya berjalan mengambil jaket yang digantung di jemuran depan kamar. ‘Hah to, nggaruk silit!, fix tenan!’ ucap ilham dan ditambah persepsi dari Kobong, ‘Kandani og, tak jamin mesti kae ki taine dekne.’, kami bertiga lanjut mememperhatikan tersangka itu pergi dengan muka curiga.
Kami tidak pernah bisa menerima kedatangan penghuni baru di kos ini, selalu ada saja hal yang membuat kami ingin menyingkirkan siapun penghuni baru disini. Kobong berucap memberi saran padaku ‘rok, mending to, ospek wae.’ ditambah llham mendukung rencana kobong ‘setuju bong, ayo rok ngospek dekne wae.’. Namaku Mubarok, manusia normal yang sekarang menjadi mahasiswa satu perjuangan bersama mereka. Ospek adalah istilah yang kami gunakan untuk memberikan wawasan bagi para penghuni kos baru bagaimana tata cara menjadi bagian dari kami.
‘Bakar wae po sempake?’ ucap Ilham dengan semangat yang kubalas ‘tahan sek ham, mending nunggu Heri balik rene, njuk lagi mbahas rencana.’. Heri adalah manusia yang sudah ada disini sebelum kami, sekarang dia sedang pulang kampung mengantar ikan cupang hasil budidanya disini untuk dijuan kampungnya. Mereka berdua tampak setuju dengan saranku, aku pun melanjutkan menikmati kopiku bersama kedua manusia ini. Aku menanyakan keberadaan Barjo kepada mereka, karena harusnya sekarang dia akan mengajak kami untuk pergi sarapan.
‘Bajingan cuk! taine sopo iki!’, teriak seseorang dari arah kamar mandi lalu diikuti dengan suara batingan pintu, kami saling menatap dan saling senyum. ‘Jo, barjo. reneo!’ ucap Kobong memanggil Barjo untuk bergabung dengan kami disini. ‘Taine cah anyar po kae ki?’ ucap Barjo sambil berjalan kearah kami. Barjo yang datang dengan muka kantuk setengah sadar mengajak kami untuk segera memberikan tindakan ospek kepada penghuni baru tersebut, ‘Bakar wae po sempake!’ lanjut Barjo lalu duduk bersama kami. Kedatangan Barjo disini menjadikan kami hanya kurang satu personil untuk memulai prosedur ospek. Kami hanya perlu menunggu Heri datang dan jadilah kami pasukan kos Bakaran Gendeng siap membakar sempak tersangka yang meninggalkan tainya mengambang di wc.
bersambung…