Bakaran Gendeng | Kunci Motor Ajg!

Ariekusuma
7 min read4 days ago

--

Photo by mark chaves on Unsplash

Siang bolong ilham ngedor kamar dengan busana olahraga, tampang sumringah dia mengajakku joging di gor yang berjarak 15km dari kos kami.

“Iseh panas ki lho cuk!”

Ucapku dengan tegas hingga ludah terciprat ke arah ilham, asumsiku dengan demikian ilham akan mendapatkan hidayah jikalau keputusan dia untuk joging pukul 1 siang adalah sebuah pemikiran yang sangat bodoh. Mengingat dia sudah merantau di jogja sebagai mahasiswa sejak ugm pertama kali dibangun, aku sampai heran hal apa yang membuat dia sampai berfikir untuk olahraga siang bolong dengan cuaca jogja yang terik panas kaya neraka ini seakan dia tidak sadar akan hal itu.

Celana training, jaket windbreaker. Sungguh bodoh dia berpaikai seperti itu dengan kondisi jogja panas terik mungkin 38 derajat di bawah matahari langsung. Aku berusaha menenangkan beliau dengan memutar kajian ustadz hanan attaki.

“Jingan, panas tenan cuk!”

Ucapnya sambil menggeliat kepanasan, yup strategiku berhasil. Dia kelas melepaskan jaket dan celana trainingnya, tapi tetap terkesan bodoh karena dia tidak membuka sepatunya dulu. Dia menggeliat kepanasan ditambah kesusahan melepaskan celananya karena nyangkut di sepatu.

Celananya sobek kira kira 5cm dibagian bawah karena dia tarik paksa celana itu dari jeratan sepatunya sendiri, sungguh bodoh. Dia terlihat badmood karena nafsunya untuk joging siang bolong tidak terlaksana ditambah dia meratapi celana trainingnya yang sekarang rusak.

“Sepatu jancuk!”

Ucapnya yang terkesan menyalahkan ukuran sepatunya yang agak kebesaran, bodoh karena dia menyalahkan sepatunya ditambah bodoh lagi karena dari dulu dia selalu membeli sepatu yang kebesaran, biar awet katanya.

Pukul 4 sore, akhirnya kami berangkat berdua menuju gor, boncengan dengan menggunakan motor beliau yang memiliki bau khas seperti bangkai unggas. Setelah kira kira 5km kami berkendara, tiba — tiba dia marah — marah.

“JANCUK!!, lali nganggo kaos kaki cuk!”

Sudah kuduga, ada sesuatu yang tidak beres dari dia, aku sudah mengamatinya sejak berangkat tadi. Sudah kubilang untuk tidak usah memakai celana traininya lagi karena sudah robek tapi dia masih sangat yakin untuk menggunakannya. Dia sangat yakin untuk memakai celana training itu hingga melupakan kalau dia perlu untuk menggunakan kaos kaki atau sepatunya akan terasa sangat kopong karena ukuranya terlampau kebesaran, biar awet lama katanya.

Aku sengaja tidak komen apapun karena komentar apapun yang aku ucapkan akan diartikan salah karena keterbatasan pola pikir beliau maha guru ilham. Beberapa detik usai ucapan amarah beliau tersebut, seakan berubah kepribadian, dia berkata.

“WES RAPOPO, sek penting semangat!”

Aku yang diam dan asik main hp hanya bisa melihat dia mulai meloncat loncat kecil menggabarkan api semangatnya.

Kami akhirnya bersiap untuk memulai lari, beliau berfikir kalau berlari dengan menggunakan jaket dan celana training akan sangat panas, akhirnya beliau memutuskan untuk melepaskan jaket dan celana trainingnya dan disimpan di dalam jok motor.

Posisiku ada 3 meter disamping motor, melipat tangan dengan waistbag didada melihat ilham lekas melepaskan jaket dan celananya. Sampai pada akhirnya…

“cklek!!” suara jok motor jatuh tertutup dan terkunci.

Kami berdua saling membagi tatapan menyadari jok motor sudah berbaring terkunci dengan keadaaan kunci motor ada di kantung jaket ilham. Bajingan, aku sadar betul ini masalah besar.

Aku bergumam kepada beliau untuk tetap tenang, sambil kita memikirkan apa yang bisa dan apa yang harus kita lakukan. Dia melakukan kegiatan favoritnya yaitu berjalan bolak balik dengan kedua telunjuk di kepala, biar bisa mikir katanya.

Seklebatan aku penasaran apakah dia punya kunci cadangan di kos, lekas aku tanyakan pada dia. Beberapa detik setelah pertanyaanku padanya, dia lantas berhenti berjalan dan berkata padaku.

“saiki dewe joging wae neng kos, njupuk kunci cadangan”

Aku sungguh menyesal ada di lokasi ini, dengan kondisi ini, dan dengan manusia seperti dia. Aku sungguh kaget dengan pemikiran dia, aku menghela nafas dan berusaha menghela nafas lagi berusaha tenang dengan kondisi ini.

Aku bisa saja kabur, tapi manusia ini terlalu berbahaya untuk ditinggal sendirian dialam liar seperti ini dengan kondisi seperti ini, aku harus ikut bertanggung jawab. Aku kehabisan uang saat ini, maka tidak mungkin untuk kami ngojek pulang ke kos. Tidak ada orang yang bisa dimintai tolong juga karena posisi kami terlampau jauh untuk mereka anak kos yang ada di kos.

Dengan penuh kesadaran, aku akhirnya mengiyakan rencana bodoh ilham.

Mungkin aku akan mati di perjalanan, atau dia yang akan mati, atau kami berdua akan mati dalam perjalanan ke kos, joging ke kos. Kami mulai joging dan aku langsung mulai menyadari aku belum rela mati hanya untuk menyelamatkan motor problematik beraroma bangkai unggas, setelah 5 menit kami joging, kami putuskan untuk hanya berjalan sampai kos, 15km lagi sampai kos.

“jane nek dipikir, adoh juga ya perjalanan seko gor neng kos”

Ucab bacot ilham ditengan perjalanan panjang kami, aku berusaha berfikir positif karena mungkin dia sedang bercanda dan menghiburku.

“cerak og!”

Jawabku membalas candaan ilham, dan langsung dia jawab :

“cerak matamu, wong 15km kok cerak!”

Brengsek, ternyata dia tidak sedang bercanda.

— -

Ribuan langkah suram yang menyakitkan mental telah aku lalui, kaki terasa parau tidak bisa mengenali rasa apapun yang aku beri, dengkulku menangis menyesal atas keputusanku untuk ikut ilham jogging dari gor sampai ke kos.

Kami telah sampai kos dengan sisa sisa kehidupan yang masih menempel di ulu hati, kini pukul 8 malam. Ilham meronta ronta kesakitan ketika mencuci kaki karena tumit kakinya lecet akibat dia tidak memakai kaus kaki.

Perjuangan belum selesai, kami masih harus mencari cara agar bisa masuk ke kamar Ilham yang terkunci. Satu hal yang pasti adalah, jendela kamar beliau ini tidak pernah di kunci, bukan tanpa alasan tapi memang jendela kamar ilham seakan tidak berjodoh dengan bingkai jendelanya, sangat susah untuk dibuka maupun di tutup, selalu nyangkut dan terkesan merepotkan.

Ilham keluar dari kamar kobong membawa paku dan palu, tumitnya terlihat sudah diobati dan terlihat ada hansaplast yang menggantung disana sibodoh sepertinya menempelkan hansaplast ketika kakinya masih basah.

Perlu di apresisasi bahwa paku dan palu adalah ide yang sangat tepat guna untuk mencongkel daun jendela kamar ilham yang tertutup rapat, untuk saat ini aku merasa ilham benar benar berfikir dengan benar atau mungkin karena dia terlampau terbisasa untuk mencongkel jendela karena alasan yang sama, tidak bisa masuk lewat pintu.

Benar saja, di salah satu sisi sudah terdapat lubang bekas paku yang menjadi tanda bahwa kegiatan ini sudah sering beliau lakukan, sungguh bakat maling yang alami. Tanpa masalah dia sudah berhasil membuka jendela dan masuk hanya dalam hitungan waktu kurang dari 3 menit.

Aku yang bertugas menahan jendela agar tetap terbuka cukup lebar suapa Ilham dengan leluasa masuk dan keluar, aku berusaha peduli. Didalam dia mulai berfikir dimana dia menaruh kunci motor cadanganya, agak lama kira kira 5 menit dia mencari dan aku yang mulai pegel menahan jendela ini.

“HER!!, ngerti kunci cadanganku ora?”

Teriak dia dari dalam kamar bertanya pada herman, dan langsung dibalas olehnya.

“iki neng laciku, pie?”

Mendengar itu Ilham lekas keluar kamar lewat jendela yang aku tahan dan berlari ke kamar herman untuk mengambil kunci motor cadangan. SI brengsek ternyata menitipkan kunci motor cadangan di kamar herman selama ini, aku berusaha sangat keras untuk tetap sabar.

Setelah dia dia mendapatkan kunci motornya lantas dia lari kepadaku untuk memberi tau bahwa kuncinya sudah ada di tangan dia. Aku lantas memberikan kode jempol kepadanya.

“sek!, njupuk kaos kaki sek!”

Ucap ilham membalas ajakanku untuk segera berangkat ke gor untuk mengambil motornya. Rencanaku adalah kami akan boncengan ke gor menggunakan motor herman dan kembali ke kos dengan bahagia. Setelah Ilham selesai memilih kaos kaki untuk dia pakai, kami lekas berangkat ke gor, boncengan, tidak menggunakan helm.

Jelas kami tidak mengenakan helm karena helm kami berada di gor. Motor yang kami naiki sekarang ini tidak kalah brengseknya, motor herman ini tidak bisa ditebak kapan dia akan mogok. Aku tidak tau apa yang terjadi pada motor ini tapi sekian lama aku kenal herman, tidak pernah ada waktu dimana dia bahagia dengan motor ini, hampir tiap minggu ada saja masalahnya.

Kira — kira pukul 9 lebih sedikit kami akhirnya sampai di gor, aku langsung menuju tempat motor Ilham terparkir, terlihat jelas hanya motor beliau ini yang masih bertahan. Belum juga sampai di samping motor Ilham, tiba — tiba motor yang kami naiki ini berhenti paksa, kompling terasa aneh firasatku langsung tidak enak dan benar saya sesuai firasatku, kabel kopling motor herman putus 10 meter disamping motor Ilham.

Hatiku hancur rasanya, cobaan bertubi tubi datang kepadaku hari ini, entah dosa apa yang aku perbuat tapi sepertinya aku benar — benar tidak beruntung.

“wes, tak step wae mengko balikke, aman!”

Ucap Ilham mengetahui kalau kabel kompling motor herman putus. Ilham lantas berlari kearah motornya dan aku yang menuntun motor ini ke arah motor Ilham. Beliau ini sudah terlihat sedang memasukan kunci motor ketika aku sampai di samping motornya. Tidak ada yang aneh sampai tiba tiba dia menghampiri motor herman dan memasukan kunci cadangan itu ke motor herman.

“Bajingan cuk, salah njupuk kunci!”

Dadaku sesak, dengkulku lemas, tatapan mataku kabur seketika setelah dia mengucapkan perkataan itu. Aku menangis haru ketika menyadari aku harus menuntun pulang motor ini sejauh 15km, honda tiger 2000. Aku menangisi keputusanku, sekarang aku harus mengulangi perjalanan yang sama seperti sore tadi, hanya saja sekarnag sudah cukup malam, ditambah masih harus menuntun motor berat ini.

Tiada hari yang lebih menyedihkan dari hari ini. Tiada orang yang lebih tolol dari orang — orang di circle pertemananku. Tiada orang yang lebih tolol dari aku yang masih bertahan di tengah mereka.

Kami berjalan menuntun motor kami masing — masing dengan menggunakan helm, mengulangi obrolan kami tadi sore.

--

--